c-section,
A journey to be a mother – with caesaria operation
Setelah 40 minggu melewati masa kehamilan, akhirnya waktu
yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kini saatnya menunggu kelahiran si buah hati
yang sudah lama kita nantikan.
Proses persalinan yang akan kita lewati pun bisa melalui
persalinan normal atau melalui operasi Caesar. Tentunya, semua orang pasti
mendambakan persalinan normal, bukan? Proses recovery yang cepat, dan
melahirkan dengan jalan lahir alami pastinya semua ibu ingin melalui proses
tersebut, sayangnya tidak semua orang mampu melahirkan normal.
Hal ini pun terjadi dengan saya, sudah berniat lahiran
normal, eh, last minute si dedek enggak turun-turun ke jalan lahir, akhirnya
mau tidak mau, harus memutuskan operasi, karena memang sudah waktunya juga,
sudah hampir 40 minggu si kecil di dalam perut.
Awalnya, saya menunggu dan berusaha untuk lahiran normal, di
usia kehamilan 36 minggu, saya mulai mengikuti senam hamil, menjalani yoga
untuk ibu hamil dengan menonton youtube, memperbanyak jalan kaki juga supaya si
dedek cepat turun ke jalan lahir. Pengukuran lebar panggul pun sudah dilakukan
oleh dokter, dan sudah di cek, lebar panggulnya cukup. Selain itu, karena mata
saya minusnya tinggi yaitu minus 9, jadi saya pun sudah melakukan pengecekan
retina mata khususnya ke dokter mata, dan hasilnya sebenarnya minus tinggi saya
pun tidak jadi kendala untuk melalui persalinan normal.
Sayangnya, sampai minggu ke 39, si dedek enggak turun-turun
ke jalan lahir, selain itu, ternyata setelah di USG, penyebab si dedek enggak
turun ke jalan lahir yaitu karena posisi kepalanya walaupun sudah di bawah,
tapi agak serong ke samping atau istilah kedokterannya disebut obliq, jadi, kalau ditunggu sampai mules
pun, belum tentu dia bisa masuk panggul, dan, kalau memang mau tetap melalui
persalinan normal, resikonya terlalu tinggi.
Okey dan akhirnya last minute, setelah melalui bukaan 2, dan
enggak berlanjut ke penambahan bukaan, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan
operasi Caesar keesokan harinya. Untung saja saya cepat mengambil keputusan,
karena dari malam hari ke subuh, saya merasakan mules setiap 15 menit sekali,
yang membuat saya sulit tidur. Jadinya double deh, udah mules, eh harus operasi
juga.
Deg-degan mau operasi
Setelah berdiskusi dengan keluarga, akhirnya saya dan suami
memutuskan untuk melalui proses persalinan Caesar karena kondisi si dedek yang
tidak memungkinkan untuk lahiran normal, dan juga terlalu berbahaya buat saya.
Jadinya saya memutuskan untuk melakukan operasi Caesar
tanggal 13 July 2017 yang lalu karena si dedek juga sudah memasuki minggu ke
40.
Apa saja sih yang dipersiapkan sebelum operasi?
For me, personally,
this is the first time I will be hospitalized. Enggak pernah menjalani
rawat inap sebelumnya, enggak pernah diinfus juga, semuanya serba pertama.
Takut? Iya banget, tapi gimana lagi kan, pilihan ngelahirin Cuma 2 cara, mau
lewat bawah atau lewat perut. Wkwk.
Oke, jadi pertama-tama, setelah memutuskan untuk melahirkan
secara operasi, kita minta surat pengantar dari obgyn (dokter kandungan) kita
untuk melakukan booking ruang operasi dan ruang perawatan. Setelah melakukan
pendaftaran tersebut, kita langsung menuju ruang bersalin terlebih dahulu untuk
melakukan persiapan sebelum operasi
1. Pengecekan jantung Ibu
Pertama-tama, kita akan disuruh berbaring,
setelah itu nanti perawat akan merekam jantung kita terlebih dahulu sekitar 5
menit.
2. Pengecekan jantung bayi melalui pengukuran CTG
(Cardiotograph)
Jadi nanti setelah perekaman jantung Ibu
selesai, kita langsung akan melakukan pengukuran denyut jantung bayi dan
pergerakan bayi di dalam, jadi nanti kita juga dikasih tombol gitu, yang harus
dipencet kalau dedeknya gerak atau nendang. Pengecekan ini berlangsung selama
30 menit, jadi harus ke wc dulu, karena enggak boleh ada break di
tengah-tengah.
3. Cukur-cukur
Nah, cukur-cukur daerah kewanitaan ini
perlu banget dilakukan sebelum lahiran. Tapi buat yang belum sempat ke
salon/waxing, tenang saja, kita akan dibantu oleh para suster untuk
membersihkan daerah tersebut.
4. Cek laboratorium
Sebelum melakukan operasi, kita harus
melakukan pengecekan darah terlebih dahulu. Komponen detailnya saya kurang
tahu, tapi yang pasti salah 1 nya adalah pengecekan cepat atau tidaknya
pembekuan darah kita. Hal ini berguna agar bekas sayatan operasi kita cepat
kering lukanya.
Allright,
ini persiapan di malam hari sebelum tindakan operasi keesokan harinya. Karena
saya rencana operasi tanggal 13 July 2017 yang lalu pukul 9 pagi, jadi saya
memilih kembali tidur di rumah, lalu datang ke rumah sakit untuk persiapan
lanjutan pukul 5 pagi.
Setelah tiba di rumah sakit, saya menunggu terlebih
dahulu di ruang bersalin. Selagi menunggu suami mengurus urusan administrasi,
suster akan menyuntikkan test antibiotic ke tubuh kita. Dan
ini test yang penting banget ya, kalau sampai terlewat, fatal sekali akibatnya.
Kenapa test antibiotic ini penting? Karena takutnya apabila selama 15 menit
antibiotic bereaksi dengan tubuh kita, yaitu kulit menjadi sangat kemerahan,
itu tandanya antibiotic ini tidak cocok dengan tubuh kita, dan akan mengganggu
paru-paru ibu / bayinya. Serem kan ya?
Nah,
setelah aman antibiotiknya, saya menunggu kembali sampai waktu operasi tiba di
kamar perawatan. Kira-kira 1.5 jam sebelum operasi, baru mulai ganti baju dan
pasang infus terlebih dahulu. Ketika waktu operasi sudah semakin dekat,
sekarang saatnya bersiap untuk menuju ruang operasi. Jeng jeng jeng.
HEADING TO OPERATION ROOM
Oke,
ketika nama mulai dipanggil, ranjang mulai didorong, rasanya campur aduk
banget! Kayak mau ujian, tapi sendirian, enggak ada temennya sama sekali. Suami
dilarang masuk ke ruang operasi, alasannya sih jelas banget ya, takutnya suami
malah pingsan, pasiennya jadi 2 dehh.
Jadi
setelah dari kamar perawatan, saya didorong ke ruang recovery room terlebih
dahulu. Udara mulai menusuk dingin ketika menuju ruang recovery room, tapi
ternyataaa kata susternya, ini gak seberapa, ruang operasi bakalan much cooler than this. O..ooww… Nah, ketika di ruang recovery infus
yang sudah dipasang tadi, baru disambung ke cairan infusnya, karena ketika di
kamar baru dipasang selangnya saja. Di ruangan ini, dokter anastesi yang
membantu saya untuk menyambungkan cairan infus, lalu beliau juga sudah
menjelaskan kalau anatesi yang diberikan bakal bius local, yang berarti saya
akan masih sadar, tapi tidak akan merasakan sakit dari perut ke bawah. Setelah
operasi, suhu tubuh akan turun, dan akan diberikan penghangat atau heater,
supaya suhu tubuh kita kembali normal.
GET READY? GET SET… GO….
Yuk
mari didorong ke ruang operasi. Kesan pertama? DINGIN BANGET YAAA. Rame banget
pula lagi.
Jadi
tim nya di ruang operasi itu lumayan banyak ya. Kalau enggak salah hitung ada
sekitar 6 di ruangan itu. Yang saya ingat, disana ada dokter operator (dokter
obgyn kita yang akan melakukan operasi), didampingi dokter asisten (dokter
obgyn juga), dokter anastesi, dokter anak, dan 2 bidan.
Pertama-tama,
hal yang dilakukan sebelum operasi adalah obat bius. Saya disuruh duduk sambil
memeluk bantal, dan dengan posisi agak bungkuk, karena dokter anastesi akan
menyuntikkan obat bius di sekitar rongga sum-sum tulang belakang. Sakit? Enggak
juga, malah lebih sakit ketika disuntikkan test antibiotic.
Setelah
itu, langsung kita akan disuruh cepat-cepat tiduran di meja operasi, sebelum
obatnya bekerja dan kita akan menjadi kaku. Tapi hebatnya, setelah obat ini
disuntikkan, kerasanya di tubuh adalah obat tersebut menjalar dari pinggang ke
bawah sampai ujung kaki. Setelah tiduran, kaki rasanya sedikit semutan sekitar
10 menit. Selain itu, tangan kita juga disuruh terlentang kemudian semacam
diikat supaya tidak bergerak. Kemudian, pembatas dada dinaikkan, kemudian
ditutup kain supaya kita tidak bisa melihat apa yang terjadi di bawah sana.
Tangan sebelah kanan juga dipasang alat tensi otomatis yang akan memompa setiap
3 menit sekali. Oh ya, kita juga akan dipasangi selang oksigen di hidung supaya
bisa bernafas dengan lebih leluasa.
Deg-degan
banget rasanya setelah tiduran, sendirian, dikelilingi banyak orang. Tapi
untungnya dokter anastesinya, Pak dr. Kyat Sidharta, helpful sekali, dan bikin tenang, karena selalu
disemangati terus supaya enggak deg-degan karena mereka disana semuanya menjaga
saya.
Setelah
semua persiapan beres, tim dokter akan memperkenalkan diri, setelah itu mereka
akan melakukan timing. Operasi dilakukan akhirnya pukul 10.05 pagi. Operasi dimulai oleh dr. Stella Shirley Mansyur (dokter obgyn saya), dengan melakukan penyayatan perut, kemudian setelah jaringan perut terakhir
terbuka, perut kita akan didorong dan sedikit digoyang-goyang dari atas supaya
si bayi bisa terdorong ke bawah dan keluar. Setelah 12 menit kemudian, lahir
lah si jabang bayi dari perut. Oak oek oak oek. Kyaaaaaa. Finallyyyy :’)))) I
can’t forget that moment when I heard the baby cried.
Hello Baby William :) |
Setelah
baby dikeluarkan dari perut, dokter akan melihat jam dan memberitahukan jam
lahirnya. Setelah itu bidan akan membersihkan bayi kita, kemudian si bayi
diberi handuk karena ruangan operasi sangat dingin sekali, dan si dedek bayi
akan dibawa oleh dokter anak untuk ditaruh di atas dada kita untuk melakukan
IMD (Inisiasi Menyusui Dini) selama beberapa menit, kemudian si bayi dibawa
kembali oleh dokter.
Sayangnya ketika IMD saya yang ada mual banget, mungkin
efek dari perutnya habis diguncang-guncang, jadinya benar-benar rasanya
sebentar banget ketika IMD. Setelah beres IMD, saya masih mendengar dokter
berbicara, namun rasanya dokter anastesi memberikan obat tidur, jadi rasanya
ngantuk sekali tapi masih bisa sadar sayup-sayup kalau masih ramai orang di
ruang operasi. Setelah beres, karena badan masih kaku, saya dipindah ke kasur
biasa dengan cara digeser, seperti menggunakan tandu, karena tidak bisa gerak,
tapi itu pun masih kleyengan rasanya.
Kemudian
saya didorong keluar dari ruang operasi, kurang tahu ya selesainya jam berapa,
karena udah keleyengan terus ngantuk banget rasanya. Ketika didorong di ruang
recovery, dan diberikan heater, rasanya menggigil sekali sampai tidak bisa
berhenti kedinginan. Rasanya lumayan lama, sekitar 30 menit. Setelah di ruang
recovery, suami akan dipanggil masuk untuk menemani. Ketika badan sudah stabil
lagi suhunya, tibalah saatnya saya akan didorong ke kamar perawatan. Efek obat
biusnya bertahan lumayan lama, sekitar 5-6 jam setelah operasi, jadi sekitar
jam 3 sore saya baru enggak begitu ngantuk, dan kaki baru bisa digerakkan
sedikit demi sedikit.
Recovery
nya sebenarnya enggak terlalu lama, hanya 1 hari sudah langsung lepas infus dan
cutteter (selang untuk pipis). Setelah itu keesokan harinya kita harus sudah
mulai belajar jalan, supaya tidak manja di Kasur terus.
Sakit
banget? Sebenarnya enggak juga, Cuma deg-degan nya itu sih yang juara!!
Pain
killer juga kayaknya segambreng lewat infus, ada obat minum, ada obat
dimasukkin dari anus. Pokoknya don’t worry, ga sesakit yang dibayangin
sebenernya. Cumaaa, yang bikin agak sakit itu bagian perut, karena ternyata
kata dokter yang sakit itu karena kontraksi Rahim kita yang mengecil, dari
segede balon, kembali kecil lagi.
So…
dinikmati aja… I believe mau normal atau caesar, perjuangan menjadi Ibu sama
saja, and it is not that easy.
Yang
penting, cara apapun yang ditempuh, bisa membuat ibu dan bayinya selamat ya 😊
Cheers,
Feimi Wijaya
0 comments: