c-section,

A journey to be a mother – with caesaria operation

1:25:00 AM feimiwijaya 0 Comments

Setelah 40 minggu melewati masa kehamilan, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kini saatnya menunggu kelahiran si buah hati yang sudah lama kita nantikan.

Proses persalinan yang akan kita lewati pun bisa melalui persalinan normal atau melalui operasi Caesar. Tentunya, semua orang pasti mendambakan persalinan normal, bukan? Proses recovery yang cepat, dan melahirkan dengan jalan lahir alami pastinya semua ibu ingin melalui proses tersebut, sayangnya tidak semua orang mampu melahirkan normal.

Hal ini pun terjadi dengan saya, sudah berniat lahiran normal, eh, last minute si dedek enggak turun-turun ke jalan lahir, akhirnya mau tidak mau, harus memutuskan operasi, karena memang sudah waktunya juga, sudah hampir 40 minggu si kecil di dalam perut.

Awalnya, saya menunggu dan berusaha untuk lahiran normal, di usia kehamilan 36 minggu, saya mulai mengikuti senam hamil, menjalani yoga untuk ibu hamil dengan menonton youtube, memperbanyak jalan kaki juga supaya si dedek cepat turun ke jalan lahir. Pengukuran lebar panggul pun sudah dilakukan oleh dokter, dan sudah di cek, lebar panggulnya cukup. Selain itu, karena mata saya minusnya tinggi yaitu minus 9, jadi saya pun sudah melakukan pengecekan retina mata khususnya ke dokter mata, dan hasilnya sebenarnya minus tinggi saya pun tidak jadi kendala untuk melalui persalinan normal.

Sayangnya, sampai minggu ke 39, si dedek enggak turun-turun ke jalan lahir, selain itu, ternyata setelah di USG, penyebab si dedek enggak turun ke jalan lahir yaitu karena posisi kepalanya walaupun sudah di bawah, tapi agak serong ke samping atau istilah kedokterannya disebut obliq, jadi, kalau ditunggu sampai mules pun, belum tentu dia bisa masuk panggul, dan, kalau memang mau tetap melalui persalinan normal, resikonya terlalu tinggi.

Okey dan akhirnya last minute, setelah melalui bukaan 2, dan enggak berlanjut ke penambahan bukaan, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan operasi Caesar keesokan harinya. Untung saja saya cepat mengambil keputusan, karena dari malam hari ke subuh, saya merasakan mules setiap 15 menit sekali, yang membuat saya sulit tidur. Jadinya double deh, udah mules, eh harus operasi juga.

Deg-degan mau operasi

Setelah berdiskusi dengan keluarga, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk melalui proses persalinan Caesar karena kondisi si dedek yang tidak memungkinkan untuk lahiran normal, dan juga terlalu berbahaya buat saya.

Jadinya saya memutuskan untuk melakukan operasi Caesar tanggal 13 July 2017 yang lalu karena si dedek juga sudah memasuki minggu ke 40.

Apa saja sih yang dipersiapkan sebelum operasi?

For me, personally, this is the first time I will be hospitalized. Enggak pernah menjalani rawat inap sebelumnya, enggak pernah diinfus juga, semuanya serba pertama. Takut? Iya banget, tapi gimana lagi kan, pilihan ngelahirin Cuma 2 cara, mau lewat bawah atau lewat perut. Wkwk.

Oke, jadi pertama-tama, setelah memutuskan untuk melahirkan secara operasi, kita minta surat pengantar dari obgyn (dokter kandungan) kita untuk melakukan booking ruang operasi dan ruang perawatan. Setelah melakukan pendaftaran tersebut, kita langsung menuju ruang bersalin terlebih dahulu untuk melakukan persiapan sebelum operasi
1. Pengecekan jantung Ibu
Pertama-tama, kita akan disuruh berbaring, setelah itu nanti perawat akan merekam jantung kita terlebih dahulu sekitar 5 menit.
2. Pengecekan jantung bayi melalui pengukuran CTG (Cardiotograph)
Jadi nanti setelah perekaman jantung Ibu selesai, kita langsung akan melakukan pengukuran denyut jantung bayi dan pergerakan bayi di dalam, jadi nanti kita juga dikasih tombol gitu, yang harus dipencet kalau dedeknya gerak atau nendang. Pengecekan ini berlangsung selama 30 menit, jadi harus ke wc dulu, karena enggak boleh ada break di tengah-tengah.
3. Cukur-cukur
Nah, cukur-cukur daerah kewanitaan ini perlu banget dilakukan sebelum lahiran. Tapi buat yang belum sempat ke salon/waxing, tenang saja, kita akan dibantu oleh para suster untuk membersihkan daerah tersebut.
4. Cek laboratorium
Sebelum melakukan operasi, kita harus melakukan pengecekan darah terlebih dahulu. Komponen detailnya saya kurang tahu, tapi yang pasti salah 1 nya adalah pengecekan cepat atau tidaknya pembekuan darah kita. Hal ini berguna agar bekas sayatan operasi kita cepat kering lukanya.

Allright, ini persiapan di malam hari sebelum tindakan operasi keesokan harinya. Karena saya rencana operasi tanggal 13 July 2017 yang lalu pukul 9 pagi, jadi saya memilih kembali tidur di rumah, lalu datang ke rumah sakit untuk persiapan lanjutan pukul 5 pagi. 

Setelah tiba di rumah sakit, saya menunggu terlebih dahulu di ruang bersalin. Selagi menunggu suami mengurus urusan administrasi, suster akan menyuntikkan test antibiotic ke tubuh kita. Dan ini test yang penting banget ya, kalau sampai terlewat, fatal sekali akibatnya. Kenapa test antibiotic ini penting? Karena takutnya apabila selama 15 menit antibiotic bereaksi dengan tubuh kita, yaitu kulit menjadi sangat kemerahan, itu tandanya antibiotic ini tidak cocok dengan tubuh kita, dan akan mengganggu paru-paru ibu / bayinya. Serem kan ya?

Nah, setelah aman antibiotiknya, saya menunggu kembali sampai waktu operasi tiba di kamar perawatan. Kira-kira 1.5 jam sebelum operasi, baru mulai ganti baju dan pasang infus terlebih dahulu. Ketika waktu operasi sudah semakin dekat, sekarang saatnya bersiap untuk menuju ruang operasi. Jeng jeng jeng.

HEADING TO OPERATION ROOM

Oke, ketika nama mulai dipanggil, ranjang mulai didorong, rasanya campur aduk banget! Kayak mau ujian, tapi sendirian, enggak ada temennya sama sekali. Suami dilarang masuk ke ruang operasi, alasannya sih jelas banget ya, takutnya suami malah pingsan, pasiennya jadi 2 dehh.

Jadi setelah dari kamar perawatan, saya didorong ke ruang recovery room terlebih dahulu. Udara mulai menusuk dingin ketika menuju ruang recovery room, tapi ternyataaa kata susternya, ini gak seberapa, ruang operasi bakalan much cooler than this.  O..ooww… Nah, ketika di ruang recovery infus yang sudah dipasang tadi, baru disambung ke cairan infusnya, karena ketika di kamar baru dipasang selangnya saja. Di ruangan ini, dokter anastesi yang membantu saya untuk menyambungkan cairan infus, lalu beliau juga sudah menjelaskan kalau anatesi yang diberikan bakal bius local, yang berarti saya akan masih sadar, tapi tidak akan merasakan sakit dari perut ke bawah. Setelah operasi, suhu tubuh akan turun, dan akan diberikan penghangat atau heater, supaya suhu tubuh kita kembali normal.

GET READY? GET SET… GO….

Yuk mari didorong ke ruang operasi. Kesan pertama? DINGIN BANGET YAAA. Rame banget pula lagi.

Jadi tim nya di ruang operasi itu lumayan banyak ya. Kalau enggak salah hitung ada sekitar 6 di ruangan itu. Yang saya ingat, disana ada dokter operator (dokter obgyn kita yang akan melakukan operasi), didampingi dokter asisten (dokter obgyn juga), dokter anastesi, dokter anak, dan 2 bidan.

Pertama-tama, hal yang dilakukan sebelum operasi adalah obat bius. Saya disuruh duduk sambil memeluk bantal, dan dengan posisi agak bungkuk, karena dokter anastesi akan menyuntikkan obat bius di sekitar rongga sum-sum tulang belakang. Sakit? Enggak juga, malah lebih sakit ketika disuntikkan test antibiotic.

Setelah itu, langsung kita akan disuruh cepat-cepat tiduran di meja operasi, sebelum obatnya bekerja dan kita akan menjadi kaku. Tapi hebatnya, setelah obat ini disuntikkan, kerasanya di tubuh adalah obat tersebut menjalar dari pinggang ke bawah sampai ujung kaki. Setelah tiduran, kaki rasanya sedikit semutan sekitar 10 menit. Selain itu, tangan kita juga disuruh terlentang kemudian semacam diikat supaya tidak bergerak. Kemudian, pembatas dada dinaikkan, kemudian ditutup kain supaya kita tidak bisa melihat apa yang terjadi di bawah sana. Tangan sebelah kanan juga dipasang alat tensi otomatis yang akan memompa setiap 3 menit sekali. Oh ya, kita juga akan dipasangi selang oksigen di hidung supaya bisa bernafas dengan lebih leluasa.

Deg-degan banget rasanya setelah tiduran, sendirian, dikelilingi banyak orang. Tapi untungnya dokter anastesinya, Pak dr. Kyat Sidharta, helpful sekali, dan bikin tenang, karena selalu disemangati terus supaya enggak deg-degan karena mereka disana semuanya menjaga saya.

Setelah semua persiapan beres, tim dokter akan memperkenalkan diri, setelah itu mereka akan melakukan timing. Operasi dilakukan akhirnya pukul 10.05 pagi. Operasi dimulai oleh dr. Stella Shirley Mansyur (dokter obgyn saya), dengan melakukan penyayatan perut, kemudian setelah jaringan perut terakhir terbuka, perut kita akan didorong dan sedikit digoyang-goyang dari atas supaya si bayi bisa terdorong ke bawah dan keluar. Setelah 12 menit kemudian, lahir lah si jabang bayi dari perut. Oak oek oak oek. Kyaaaaaa. Finallyyyy :’)))) I can’t forget that moment when I heard the baby cried.

Hello Baby William :)
Setelah baby dikeluarkan dari perut, dokter akan melihat jam dan memberitahukan jam lahirnya. Setelah itu bidan akan membersihkan bayi kita, kemudian si bayi diberi handuk karena ruangan operasi sangat dingin sekali, dan si dedek bayi akan dibawa oleh dokter anak untuk ditaruh di atas dada kita untuk melakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) selama beberapa menit, kemudian si bayi dibawa kembali oleh dokter. 

Sayangnya ketika IMD saya yang ada mual banget, mungkin efek dari perutnya habis diguncang-guncang, jadinya benar-benar rasanya sebentar banget ketika IMD. Setelah beres IMD, saya masih mendengar dokter berbicara, namun rasanya dokter anastesi memberikan obat tidur, jadi rasanya ngantuk sekali tapi masih bisa sadar sayup-sayup kalau masih ramai orang di ruang operasi. Setelah beres, karena badan masih kaku, saya dipindah ke kasur biasa dengan cara digeser, seperti menggunakan tandu, karena tidak bisa gerak, tapi itu pun masih kleyengan rasanya.

Kemudian saya didorong keluar dari ruang operasi, kurang tahu ya selesainya jam berapa, karena udah keleyengan terus ngantuk banget rasanya. Ketika didorong di ruang recovery, dan diberikan heater, rasanya menggigil sekali sampai tidak bisa berhenti kedinginan. Rasanya lumayan lama, sekitar 30 menit. Setelah di ruang recovery, suami akan dipanggil masuk untuk menemani. Ketika badan sudah stabil lagi suhunya, tibalah saatnya saya akan didorong ke kamar perawatan. Efek obat biusnya bertahan lumayan lama, sekitar 5-6 jam setelah operasi, jadi sekitar jam 3 sore saya baru enggak begitu ngantuk, dan kaki baru bisa digerakkan sedikit demi sedikit.

Recovery nya sebenarnya enggak terlalu lama, hanya 1 hari sudah langsung lepas infus dan cutteter (selang untuk pipis). Setelah itu keesokan harinya kita harus sudah mulai belajar jalan, supaya tidak manja di Kasur terus.

Sakit banget? Sebenarnya enggak juga, Cuma deg-degan nya itu sih yang juara!!

Pain killer juga kayaknya segambreng lewat infus, ada obat minum, ada obat dimasukkin dari anus. Pokoknya don’t worry, ga sesakit yang dibayangin sebenernya. Cumaaa, yang bikin agak sakit itu bagian perut, karena ternyata kata dokter yang sakit itu karena kontraksi Rahim kita yang mengecil, dari segede balon, kembali kecil lagi.

So… dinikmati aja… I believe mau normal atau caesar, perjuangan menjadi Ibu sama saja, and it is not that easy. 


Yang penting, cara apapun yang ditempuh, bisa membuat ibu dan bayinya selamat ya 😊

Cheers,

Feimi Wijaya

0 comments: