February,
Kapan Nikah? Kapan Kawin?
It’s February already!
Who doesn’t love the most romantic month of the year?
On every 14th February, most couples are
celebrating Valentine’s Day .
Buat yang lagi deket-deketnya sama seseorang, pasti berharap
‘ditembak’ sama sang gebetan. Yang udah punya pacar, berharap dilamar *maunya*.
Apalagi buat sebagian orang yang boleh dibilang memasuki
usia “quarter life crisis”. Menginjak usia ke dua puluh lima, apalagi buat
seorang perempuan, pacar masih belum punya, tiap minggu ada aja kondangan ke
nikahan teman, pressure dari
lingkungan sekitar, bikin kita makin pusing tujuh keliling untuk berpikir yang
namanya urusan Pernikahan.
Since I just getting married a few months ago, in the very
young age (below 25), banyak teman-teman yang melontarkan pertanyaan seperti
ini:
“Yakin udah siap?”
“Yakin dia yang terakhir?”
“Yakin dia orang yang tepat?”
“Gimana sih caranya tau that
he is the one?”
Banyak banget pertanyaan yang seperti demikian dilontarkan
oleh teman-teman sebaya, apalagi ketika membagi undangan. Jujur, saya juga
sempat kebingungan menjawabnya. Apalagi, based
on true story, banyak teman-teman yang sedang merencanakan pernikahan,
kemudian putus di tengah jalan. Banyak teman
yang bilang itu pre-marriage syndrome.
Itu wajar banget sih ternyata, dan saya juga pernah mengalami itu, ketika beberapa
minggu menjelang D-Day, rasa galau itu timbul, rasa ragu juga turut
bermunculan, dan ketakutan bagaimana kehidupan setelah menikah.
Menanggapi pertanyaan teman-teman soal keyakinan sudah siap,
dan lain sebagainya, saya selalu berusaha menjawab, “mudah-mudahan siap dan semoga
dia yang terbaik buat saya”. Ketika menjalin hubungan, dengan seseorang,
muaranya adalah kalau tidak menikah ya putus. Semua cuma soal the matter of time. Udah ngerasa cocok,
tapi menunda-nunda pernikahan, ya buat apa juga? Kalau memang ujung-ujungnya toh mau sama dia juga. Banyak yang
bilang, belum siap menikah karena belum mapan. Tapi kenyataannya adalah, ketika
kamu sudah mapan, apalagi khususnya perempuan, mungkin lebih susah lagi mencari
jodoh karena mostly lelaki yang sepantaran maunya mencari yang jauh lebih muda
lagi. Selain itu, kriteria kita juga pasti akan semakin tinggi ketika umur kita
bertambah. Mungkin mindset nya harus diubah, “menikah harus supaya mapan, bukan
menunggu mapan”.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengetahui bahwa dia
adalah orang yang paling tepat buatmu. Jujur, waktu itu saya sempat tertegun
dan berpikir, “benar ga sih ini pacar yang terakhir?”. Mungkin ini sulit ya
menjawabnya, tapi 1 cara yang saya bisa sarankan adalah just follow your heart, because your heart knows everything. Kalau kamu yakin dan percaya, kamu nyaman
dengan dia, bisa diajak berkomunikasi, bertukar pikiran, percayalah bahwa dia
adalah teman terbaik untuk hidupmu selamanya. Karena kecantikan dan kegantengan
itu akan pudar seiring dengan berjalannya waktu, tapi karakter, akan menetap
selamanya di diri seseorang. Jadi, jangan memutuskan untuk menikah hanya karena
dia ganteng atau cantik saja.
Last but not least,
ada orang yang ketika di challenge
oleh temannya, jadi makin bingung mau nikah atau tidak, karena nanti takut
tidak bisa hangout lagi bareng
teman-temannya, tidak bisa ngobrol soal anak muda lagi, dan lain sebagainya. In my opinion, semuanya itu balik lagi
ke tujuan awal. Kamu masih mau having fun sama teman-teman, atau sudah siap
untuk berkomitmen? Kalau kamu masih punya pemikiran untuk meraih sesuatu
cita-cita terlebih dahulu sebelum kamu menikah (misalnya S2), ya just go through it. Jangan sampai kamu
menikah karena teman-temanmu sudah nikah, atau karena lingkungan mu yang
menginginkanmu untuk menikah.
Menikah bukan soal mewahnya pesta pernikahan, berapa jumlah tamu yang datang, uang yang
dihabiskan di hari pernikahan, tapi pernikahan adalah penyatuan dua insan, seumur hidup. Ingat, no turning back
ya. One until you die.
Mengutip perjanjian pernikahan di gereja, kira-kira begini
bunyinya:
"I _____, take
you ______, to be my wedded wife/husband. To have and to hold, from this day
forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in
health, to love and to cherish 'till death do us part. And hereto I pledge you
my faithfulness."
See? Betapa sacral
nya kata-kata itu, apalagi ketika diucapkan di depan Altar.
Percayalah, jika
kamu berdoa, meminta yang terbaik, pasti kamu akan diberikan-Nya yang terbaik
pula.
So, coba deh
telisik lagi niatanmu untuk nikah, sudah siapkah kamu untuk berkomitmen seumur
hidup?
Semoga ga galau lagi ya yang mau nikah, dan semoga segera
menemukan tambatan hatinya :)
Cheers,
Feimi Wijaya
0 comments: